07/03/2025
Source: https://artikel.pajakku.com/audit-kepabeanan-dan-cukai-diatur-ulang-intip-pmk-terbaru-dari-kemenkeu-2/
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja memperbarui regulasi terkait audit kepabeanan dan cukai melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 114 Tahun 2024. Aturan ini menggantikan ketentuan sebelumnya yang diatur dalam PMK Nomor 200/PMK.04/2011, sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 258/PMK.04/2016. Pembaruan ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan, transparansi, dan akuntabilitas dalam pelaksanaan audit kepabeanan dan cukai. Dengan penyesuaian ini, pemerintah berharap pelaksanaan audit dapat memberikan hasil yang lebih akurat dan mendukung kebijakan fiskal nasional.
Latar Belakang Pembaruan Regulasi
Pembaruan PMK ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk menyelaraskan proses audit dengan perkembangan teknologi informasi dan dinamika kegiatan ekonomi global. Sistem audit yang lebih modern dinilai dapat meningkatkan efisiensi pengawasan serta memberikan panduan yang lebih jelas bagi pelaku usaha. Teknologi digital diharapkan mampu memberikan solusi dalam pengelolaan data dan pelaporan yang lebih terintegrasi.
Melansir dari sebuah jurnal penelitian yang diterbitkan pada 2023, salah satu tantangan utama dalam audit kepabeanan dan cukai adalah kurangnya integrasi data antarinstansi terkait. Dalam konteks ini, PMK terbaru diharapkan mampu mengatasi kendala tersebut dengan mendorong penggunaan teknologi digital dalam pengelolaan data dan pelaksanaan audit. Langkah ini juga dianggap sebagai jawaban atas kebutuhan reformasi birokrasi untuk menciptakan proses yang lebih transparan.
Pokok Perubahan dalam PMK Nomor 114 Tahun 2024
1. Penyesuaian Periode Audit
Dalam aturan terbaru ini, periode audit umum ditentukan selama 21 bulan dan berlaku hingga akhir bulan sebelum diterbitkannya surat tugas. Ketentuan ini memberikan fleksibilitas waktu bagi auditor untuk memeriksa kepatuhan pelaku usaha tanpa mengurangi ketelitian dan keakuratan hasil audit. Perubahan ini juga memberikan waktu yang cukup bagi auditor untuk melakukan analisis yang lebih mendalam terhadap data dan dokumen yang diperiksa.
2. Penandatanganan Pakta Integritas
PMK 114/2024 mewajibkan semua anggota tim audit dan auditee untuk menandatangani pakta integritas sebagai bentuk komitmen terhadap prinsip transparansi dan profesionalisme. Pakta integritas ini juga berfungsi sebagai pengingat pentingnya menjaga kerahasiaan data selama proses audit berlangsung. Penandatanganan dokumen ini menjadi langkah strategis untuk membangun kepercayaan antara auditor dan auditee.
3. Susunan Tim Audit
Susunan tim audit kini lebih terstruktur, terdiri dari Pengawas Mutu Audit, Pengendali Teknis Audit, Ketua Auditor, dan Auditor. Setiap anggota tim diwajibkan memiliki sertifikasi keahlian yang relevan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memastikan kompetensi dan keandalan tim audit. Selain itu, jika diperlukan, pejabat dari instansi lain yang tidak memiliki sertifikasi keahlian di bidang audit kepabeanan dan cukai dapat dilibatkan dalam tim, namun perannya tetap harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Penerapan Dokumen Kuesioner Auditee (DKA)
Setiap pelaksanaan audit umum kini wajib menyertakan Dokumen Kuesioner Auditee (DKA). DKA ini berfungsi sebagai alat evaluasi yang membantu auditor dalam memahami kegiatan operasional auditee secara menyeluruh. Informasi yang dikumpulkan melalui DKA juga digunakan untuk menilai efektivitas proses audit secara keseluruhan. Hal ini memungkinkan proses audit dilakukan dengan lebih terarah dan efisien.
Manajemen Risiko dalam Penentuan Objek Audit
Berdasarkan penelitian yang dimuat dalam Jurnal Akuntansi dan Manajemen pada 2022, penerapan manajemen risiko telah menjadi bagian integral dalam penentuan objek audit kepabeanan dan cukai. Dengan memanfaatkan teknologi analitik berbasis dashboard, tim audit dapat menentukan objek audit yang berisiko tinggi sehingga pengawasan menjadi lebih efektif. Penelitian ini juga mencatat bahwa penggunaan manajemen risiko secara signifikan meningkatkan efisiensi waktu dan sumber daya dalam pelaksanaan audit. Selain itu, manajemen risiko membantu memastikan bahwa objek audit yang dipilih benar-benar memiliki potensi risiko ketidakpatuhan yang tinggi.
Kewajiban Pembukuan bagi Pelaku Usaha
Selain pengaturan terkait audit, Kemenkeu juga menerbitkan PMK Nomor 104 Tahun 2024 yang mengatur pedoman penyelenggaraan pembukuan di bidang kepabeanan dan cukai. Pelaku usaha diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan yang mencakup catatan mengenai harta, utang, modal, pendapatan, biaya, dan sediaan barang. Ketentuan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pembukuan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
Pembukuan yang baik tidak hanya membantu pelaku usaha dalam memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga mempermudah proses audit. Dengan adanya catatan yang lengkap dan terorganisir, auditor dapat melakukan verifikasi data dengan lebih cepat dan efisien. Selain itu, pelaku usaha dapat menggunakan pembukuan sebagai alat untuk menganalisis performa bisnis mereka secara lebih mendalam.
Sanksi atas Ketidakpatuhan
Pelaku usaha yang tidak mematuhi ketentuan pembukuan atau audit dapat dikenai sanksi administrasi berupa denda. Selain itu, Kemenkeu juga memiliki kewenangan untuk membekukan akses kepabeanan atau Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) jika pelaku usaha tidak menyerahkan laporan keuangan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Sanksi ini menjadi pengingat pentingnya kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.
Ketidakpatuhan terhadap ketentuan ini tidak hanya berdampak pada hubungan antara pelaku usaha dan pemerintah, tetapi juga dapat memengaruhi reputasi bisnis di mata mitra dagang. Oleh karena itu, pelaku usaha diharapkan dapat mematuhi semua ketentuan yang diatur dalam PMK terbaru ini untuk menghindari risiko yang tidak diinginkan.
Dampak Positif Pembaruan PMK
Pembaruan regulasi ini tidak hanya memberikan panduan yang lebih jelas bagi pelaku usaha, tetapi juga mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan sistem pengawasan yang lebih modern dan efisien. Dengan adanya integrasi teknologi dalam pelaksanaan audit, proses pengawasan dapat dilakukan dengan lebih transparan dan akuntabel. Hal ini juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional.
Selain itu, penerapan sistem audit yang lebih terstruktur dan berbasis risiko memungkinkan pemerintah untuk memfokuskan sumber daya pada area yang benar-benar membutuhkan pengawasan lebih intensif. Dengan demikian, pembaruan PMK ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi berbagai pihak, termasuk pelaku usaha, pemerintah, dan masyarakat secara umum.
Kesimpulan
Penerbitan PMK Nomor 114 Tahun 2024 dan PMK Nomor 104 Tahun 2024 menunjukkan komitmen pemerintah dalam memperkuat pengawasan di sektor kepabeanan dan cukai. Pelaku usaha diharapkan dapat mematuhi ketentuan baru ini guna mendukung kelancaran operasional dan menghindari risiko sanksi. Di sisi lain, pembaruan regulasi ini juga mendorong terwujudnya sistem pengawasan yang lebih modern, transparan, dan akuntabel. Dengan adanya regulasi yang lebih jelas dan terstruktur, semua pihak diharapkan dapat berkontribusi dalam menciptakan ekosistem bisnis yang lebih sehat dan berkelanjutan.