Senin, 12 Oktober 2020 / 16:39 WIB
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201012150511-532-557483/ditjen-pajak-ubah-skema-pungutan-ppn-barang-dagangan-titipan
Jakarta, CNN Indonesia — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengatakan UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) mengubah skema pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang konsinyasi. Sebelumnya, pungutan PPN barang konsinyasi diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam Pasal 1A.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menjelaskan dalam UU tentang PPN itu konsinyasi masuk dalam daftar penyerahan barang kena pajak (BKP). Namun, dalam UU Cipta Kerja Pasal 112 poin 1A menghapus barang konsinyasi dalam daftar BKP.
Namun, UU Cipta Kerja menentukan barang konsinyasi masuk daftar penyerahan BKP jika mereka sudah terjual.
“Dalam konteks memudahkan kami melakukan kegiatan usaha, konsinyasi masih kami anggap sebagai bukan penyerahan (BKP). Namun, penyerahan (BKP) terjadi pada waktu barang itu betul-betul terjual oleh perusahaan atau wajib pajak yang dititipi,” jelasnya dalam briefing UU Cipta Kerja Bidang Perpajakan, Senin (12/10).
Ia menuturkan perubahan skema pungutan PPN itu bertujuan memudahkan pelaku usaha, termasuk UMKM yang banyak melakukan bisnis melalui skema konsinyasi. Dengan demikian, wajib pajak tidak terbebani di awal.
“Jadi, waktu mal jual baju yang dibuat oleh Pak Yon, nah konsinyasi waktu Pak Yon titip ke mal belum dianggap sebagai penyerahan (BKP). Pak Yon akan melakukan penyerahan (BKP) pada waktu mal yang bersangkutan menjualnya,” tuturnya.
Untuk diketahui, konsinyasi merupakan model bisnis jual beli di mana pemilik barang menitipkan produknya kepada penyalur, pedagang, atau pemilik toko untuk dijual kepada konsumen. Sederhananya, konsinyasi bisa dipahami sebagai menitipkan barang jualannya kepada pedagang.