Oleh: Toto, S.E., M.H., BKP

Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 29 UU. KUP No. 28 tahun 2007 dimana Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Maka jelas hak pemerintah sebagai penyeimbang dalam sistem self-assessment. Namun sesuai dengan data statistik jumlah pegawai pajak di Indonesia yang berjumlah 42.790 Pegawai Pajak[1] itupun termasuk level pimpinan serta posisi-posisi diluar pemeriksa pajak, maka sunggu tidak ideal dibandingkan dengan jumlah wajib pajak yang berjumlah 36.446.616[2].

Berangkat dari statistik yang tidak ideal tersebut, maka otoritas pajak merumuskan tahapan proses dengan skala prioritas dengan menentukan kriteria-kriteria tentang pemeriksaan atau pengujian terhadap kepatuhan pelaksanaan sistem self-assessment oleh wajib pajak. Berikut ini adalah kriteria wajib pajak yang masuk dalam kategori prioritas berdasarkan ketentuan yang dirumuskan oleh Kementrian Keuangan dalam Pasal 4 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan No.17 /PMK.03/2013 yang dirubah terakhir dengan PMK No. 184/PMK.03/2015;

  1. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (tax refund/restitusi);
  2. terdapat keterangan lain berupa data konkret sebagaimana dalam kurun waktu 5 tahun kebelakang
  3. Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
  4. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) yang menyatakan rugi;
  5. Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
  6. Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap;
  7. Wajib Pajak yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko.

Selain itu, dirjen pajak juga terus melakukan pengkinian proses internal melalui IT Based serta memanfaatkan skema kerja sama yang tertuang dalam Automatic Exchange of Information (AEOI) dengan banyak negara, sebagaimana dinyatakan oleh dirjen pajak, Robert Pakpahan[3]. Sehingga diharapkan kedepan, proses pemeriksaan atau pengujian wajib pajak, difokuskan kepada wajib pajak yang melakukan manipulasi atas penilaian diri dalam konsep sistem self-assesment, dan bukan lagi hal yang sulit bagi otoritas pajak menemukan wajib pajak yang menjalakan assessment tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

[1] http://www.sdm.kemenkeu.go.id, diakses pada tanggal 25 April 2018, pukul 11.00. wib

[2] hal. 7, Ikhtisar Kinerja, Laporan Tahunan 2016, Direktorat Jenderal Pajak, Konstirbusi Strategis membangun bangsa melalui amnesti pajak

[3] http://nasional.kontan.co.id/news/ditjen-pajak-merevitalisasi-pemeriksaan-pajak, rabu 4 April 2018, pukul 12;10 wib.